Minggu, 29 April 2012

Hutan Habis Berarti Kami Mati...

Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Jumat, 20 April 2012 | 14:33 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Anyi Apuy, Ketua Adat Besar masyarakat Dayak yang tinggal di desa Long Alano, Kalimantan Timur, mengatakan bahwa hutan adalah segalanya bagi masyarakat setempat dan sudah seharusnya dijaga.

"Semua yang kami inginkan ada di hutan. Mau makan daging kami tinggal ke halaman belakang rumah. Mau makan ikan, sudah ada di sungai," ungkap Anyi saat ditemui dalam konferensi pers Heart of Borneo Forum yang digelar WWF Indonesia, Kamis (19/4/2012).

Anyi menuturkan, seluruh kebutuhan masyarakat ada di hutan. Tak cuma makanan, hutan juga menyediakan obat-obatan yang dipercaya khasiatnya untuk menyembuhkan penyakit. Hutan pun memberikan mata pencaharian.

"Kalau hutan habis, berarti kami mati. Kalau dilakukan berarti sama saja pemerintah membunuh masyarakat secara tidak langsung. Kalau hutan tidak ada, bagaimana anak cucu kami berusaha," papar Anyi.

Anyi mengepalai 9 desa adat dayak di wilayah Kalimantan Timur. Wilayah hutan di sekitar tempat tinggal Anyi masih terjaga kondisinya. Namun, ia juga mengakui bahwa gejala dan upaya alih fungsi hutan juga ada.

Penelitian yang pernah dilakukan, kata Anyi, menunjukkan bahwa hutan wilayahnya memiliki potensi tambang emas dan tembaga. Sudah ada beberapa orang yang menyelidiki kemungkinan membuka lokasi tambang di daerah tersebut.

"Ada juga sawit. Katanya sudah punya ijin dari pemerintah. Tapi, kami masyarakat tidak mengijinkan," kata Anyi.

Anyi mengungkapkan bahwa upaya pemanfaatan hutan sebenarnya boleh saja dilakukan, namun harus seijin masyarakat dan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat setempat.

"Kalau saat ini, kami merasa hak kami tidak dihargai," tuturnya.

Heart of Borneo Forum yang diadakan WWF Indonesia tahun ini mengangkat topik "Green Economy". Secara sederhana, green economy bisa dikatakan sebagai konsep pembangunan ekonomi yang juga memperhitungkan masalah lingkungan yang mungkin ditimbulkan.

Wisnu Rusmantoro, Heart of Borneo National Coordinator mengatakan bahwa green economy atau ekonomi hijau bisa menjadi senjata untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat adat.

"Dengan green economy kawasan yang menjadi hak masyarakat adat bisa terlindungi," papar Wisnu.
 "Semua yang kami inginkan ada di hutan. Kalau hutan habis, berarti kami mati"

0 komentar:

Posting Komentar