"Kisah Indonesia dan Zona Waktunya"
Ester Meryana | Heru Margianto | Sabtu, 10 Maret 2012 | 20:12 WIB
BOGOR, KOMPAS.com - Zona waktu ternyata ditetapkan bukan semata-mata atas pertimbangan geografis, tapi juga ekonomi. Indonesia ternyata telah berulangkali "mengutak-atik" zona waktu di wilayahnya atas berbagai pertimbangan. Di masa pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda kala itu telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
"Zaman kemerdekaan empat kali, tahun 1947, 1950-an sekian, tahun 1963. Dan semua ada alasan ekonomi politik tertentu," ungkap Edib Muslim, Kadiv Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), dalam workshop internalisasi MP3EI kepada insan pers, di Bogor, Sabtu (10/3/2012).
Pemerintah berencana menyatukan wilayah waktu Indonesia yang sekarang ini dibagi menjadi tiga zona waktu, yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Tengah (WITA), dan Timur (WIT). Rencananya, pemerintah akan memakai Wita sebagai patokan. Hal ini dilakukan, di antaranya, demi efisiensi birokrasi dan peningkatan daya saing ekonomi.
Tiga zona waktu yang kini membagi Indonesia dinilai tidak efektif. Misalnya, soal waktu dagang antara dunia usaha di zona WIT dan WIB. Perhitungan KP3EI, jika jam transaksi perdagangan umum di Jakarta dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB, maka waktu efektif berdagang antara dunia usaha di WIT dan WIB hanya 4 jam.
Edib melanjutkan, demi alasan ekonomi, pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata. "Bali itu kita geser ke kanan (WITA) agar turis-turis Australia menginap semalam lagi. Kalau yang tambah menginap satu orang itu kecil, tapi kalo 100 ribu orang dikali 100 dollar AS berapa (besarnya)? Itu baru hotelnya, belum (pembelian) suvenirnya," tambah dia.
Perbedaan zona waktu memang bisa menimbulkan kerugian ekonomi. Batam, misalnya, setiap tahun harus kehilangan potensi Rp 100 miliar dari transaksi hotel karena turis asal Singapura harus pulang lebih awal akibat perbedaan waktu satu jam dengan Batam, Indonesia. "Seharusnya turis-turis Singapura yang datang ke Batam itu langsung kerja besok pagi dari Batam. Tapi, karena kita terlambat sejam (dalam zona waktu) mereka harus pulang dulu untuk besok pagi bisa kerja. Kalau semalam lagi turis-turis ini stay di Batam, berapa hotel di Batam yang penuh pada Minggu malamnya?" terang Edib.
Oleh karena itu, menurut dia, rencana pemerintah menyatukan zona waktu sebagai bagian dari Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah ide positif. Ini bisa membantu Indonesia meningkatkan daya saing dalam ekonomi serta sosial-politik.
Pengaturan zona waktu ini juga telah dilakukan sejumlah negara seperti Rusia yang tengah mengubah 11 zona waktu menjadi 9 zona. Bahkan, sekarang ini sedang menyiapkan langkah menuju 4 zona. Begitu pula dengan China yang telah menetapkan satu zona waktu sejak tahun 1949.
SUMBER : KOMPAS, penulis(Ester Meryana | Heru Margianto | Sabtu, 10 Maret 2012 | 20:12 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar